Tujuan Dan Tugas Bank Indonesia - Lab Forex

Analisa Fundamental, Tehnikal. All About Forex

Breaking

Rabu, 08 Juni 2016

Tujuan Dan Tugas Bank Indonesia

TUJUAN DAN TUGAS BANK INDONESIA

:: Tujuan Tunggal
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan
tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah
ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa,
serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua
tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus
dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian,
tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan
mudah.
:: Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang
merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut (klik pada gambar
dibawah) perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
dapat dicapai secara efektif dan efisien


PILAR 1. MENETAPKAN DAN MELAKSANAKAN KEBIJAKAN MONETER
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan
didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai
sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun
panjang.
Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan suku bunga (BI Rate).
Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung,
yaitu menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan
cadangan wajib minimum bagi perbankan.
Pendekatan pegendalian moneter secara tidak langsung ini telah dilakukan sejak 1983
dengan mekanisme operasional yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan
pasar uang di dalam negeri.
:: Operasi Pasar Terbuka
Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di
pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT
dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan
Intervensi Rupiah.
Penjualan SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benarbenar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi
rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik
likuiditas maupun tingkat suku bunga.

:: Penetapan Cadangan Wajib Minimum
Kebijakan ini mewajibkan setiap bank mencadangkan sejumlah aktiva lancar yang
besarnya adalah persentasi tertentu dari kewajiban segeranya. Saat ini, kebijakan ini
tertuang dalam ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 5% dari dana pihak
ketiga yang diterima bank, yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang
bersangkutan di Bank Indonesia.
Apabila Bank Indonesia memandang perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter maka
cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan, dan demikian pula sebaliknya.

:: Peran sebagai Lender of The Last Resort
Bank Indonesia juga berfungsi sebagai lender of the last resort. Dalam melaksanakan
fungsi ini, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang
disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana. Pinjaman tersebut
berjangka waktu maksimal 90 hari, dan bank penerima pinjaman wajib menyediakan
agunan yang berkualitas tinggi serta mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya
sama dengan jumlah pinjaman.

:: Kebijakan Nilai Tukar
Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya
stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil
diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia
usaha.
Secara garis besar, sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar,
yaitu sistem nilai tukar tetap mulai tahun 1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar
mengambang terkendali sejak tahun 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas
(free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997.
Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah sepenuhnya
ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar pencerminan
keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu
melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang
berlebihan.

:: Pengelolaan Cadangan Devisa
Cadangan devisa merupakan posisi bersih aktiva luar negeri Pemerintah dan bank-bank
devisa, yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional.
Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan tercapainya
tujuan likuiditas dan keamanan daripada keuntungan yang tinggi. Walaupun demikian,
Bank Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar
internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam
portfolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa.
Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem
diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi
surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata
uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang
mempunyai nilai yang lebih baik.

:: Kredit Program
Dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen, pemberian
kredit program yang selama ini dilakukan selanjutnya berada di luar lingkup tugas Bank
Indonesia.
Tugas pemberian kredit program akan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang ditunjuk Pemerintah. Pengalihan tugas ini dimaksudkan agar Bank
Indonesia dapat lebih memfokuskan perhatian pada pencapaian sasaran-sasaran
moneter serta agar dapat tercipta pembagian tugas yang baik antara Pemerintah dan
Bank Indonesia.

PILAR 2. MENGATUR DAN MENJAGA KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN
Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu
tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di
bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang
berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut,
menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan,
memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem
pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.
Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal,
Bank Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan
yang ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut
direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan
risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem
pembayaran.
Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran
sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia,
hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya.
Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer
elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti pembayaran, secara historis sistem pembayaran
non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis warkat, namun
dalam perkembangannya piranti elektronik mulai banyak berperan terutama sejak
dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November untuk penyelesaian transaksi
bernilai besar atau urgent.
Sementara itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank
Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem
pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem
pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak
yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang
dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.

Stabilitas Sistem Keuangan
DEFINISI STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku yang telah
diterima secara internasional. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK
yang pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak
stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan
ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari berbagai sumber:
” Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap
kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan
sektor riil dan sistem keuangan.”
” Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap
berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi,
melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.”
” Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam
penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan
mendukung pertumbuhan ekonomi.”
Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap
faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan
sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini
umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural
maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal
(internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam
sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko
operasional.
Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh
perkembangan teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi
tanpa jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin
dinamis dan beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai
perkembangan tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu
ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan semakin beragam, juga dapat
mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.
Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat
forward looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi
risiko yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang.
Atas dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh
risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik
sehingga mampu melumpuhkan perekonomian.


PENTINGNYA STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian.
Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan
dana dari pihak yang mengalami surplus kepada yang mengalami defisit. Apabila sistem
keuangan tidak stabil dan tidak berfungsi secara efisien, pengalokasian dana tidak akan
berjalan dengan baik sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Pengalaman
menunjukkan, sistem keuangan yang tidak stabil, terlebih lagi jika mengakibatkan
terjadinya krisis, memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk upaya penyelamatannya.
Pelajaran berharga pernah dialami Indonesia ketika terjadi krisis keuangan tahun 1998,
dimana pada waktu itu biaya krisis sangat signifikan. Selain itu, diperlukan waktu yang
lama untuk membangkitkan kembali kepercayaan publik terhadap sistem keuangan.
Krisis tahun 1998 ini membuktikan bahwa stabilitas sistem keuangan merupakan aspek
yang sangat penting dalam membentuk dan menjaga perekonomian yang
berkelanjutan. Sistem keuangan yang tidak stabil cenderung rentan terhadap berbagai
gejolak sehingga mengganggu perputaran roda perekonomian.
Secara umum dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan sistem keuangan dapat
mengakibatkan timbulnya beberapa kondisi yang tidak menguntungkan seperti:
· Transmisi kebijakan moneter tidak berfungsi secara normal sehingga kebijakan
moneter menjadi tidak efektif.
· Fungsi intermediasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya akibat alokasi dana
yang tidak tepat sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.
· Ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan yang umumnya akan diikuti
dengan perilaku panik para investor untuk menarik dananya sehingga mendorong
terjadinya kesulitan likuiditas.
· Sangat tingginya biaya penyelamatan terhadap sistem keuangan apabila terjadi krisis
yang bersifat sistemik.
Atas dasar kondisi di atas, upaya untuk menghindari atau mengurangi risiko
kemungkinan terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan sangatlah diperlukan,
terutama untuk menghindari kerugian yang begitu besar lagi.