Rekap Kurs Rupiah Minggu Lalu
Meleset dari prediksi sebelumnya, kurs Rupiah sempat menyentuh 14,369 per Dolar AS di pasar uang pada hari Kamis pekan lalu menjelang rilis data Nonfarm Payrolls Amerika Serikat yang menjadi salah satu indikasi bagi kenaikan suku bunga the Fed. Bukannya berkonsolidasi, kurs Rupiah malah makin mantap menembus ambang 14,300. Setelah dibuka melemah pada 14,035, nilai tukar mata uang berlambang Garuda ini ditutup pada 14,147 per Dolar AS di hari Jumat.
Inflasi Rendah, Ketenagakerjaan Memprihatinkan
Sebelumnya, pada hari Selasa Markit/Nikkei melaporkan kondisi iklim bisnis manufaktur masih tertekan dan BPS mengumumkan laju inflasi sedikit melambat. Indeks PMI Manufaktur Indonesia bulan Agustus meningkat dari 47.30 pada bulan Juli menjadi 48.40. Meski begitu, angka PMI masih dibawah ambang 50 yang berarti sektor manufaktur Indonesia masih kontraksi dengan rendahnya aktivitas produksi masih maraknya pemecatan kerja.
Laporan PMI Manufaktur Markit/Nikkei juga mengungkap kondisi dimana biaya produksi masih terus tinggi akibat depresiasi Rupiah, tetapi para produsen tidak bisa mengoper kenaikan biaya ke konsumen akibat lemahnya permintaan domestik dan luar negeri. Kondisi tersebut secara tidak langsung dikonfirmasi oleh data inflasi Agustus yang malah melambat, yaitu selip dari 7.26 persen menjadi 7.18 persen (yoy), atau dari 0.93 persen menjadi 0.39 persen (MoM).
Fenomena itu merupakan konfirmasi pertama dari kekhawatiran kami terdahulu mengenai indikasi kalau perlambatan laju inflasi merupakan efek samping dari memburuknya sektor ketenagakerjaan. Di satu sisi, upah riil rendah akibat kenaikan gaji tahun ini yang diiringi dengan naiknya harga-harga barang konsumsi, bahan bakar, dan listrik. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan cenderung melakukan efisiensi dengan memecat karyawan karena biaya produksi meningkat setelah depresiasi Rupiah terjadi ketika permintaan domestik dan luar negeri merosot. Rendahnya upah riil dan pemecatan karyawan membuat pasar tenaga kerja makin longgar dan daya beli masyarakat makin rendah, sehingga perusahaan-perusahaan makin tidak bisa menaikkan harga di tingkat konsumen. Pada akhirnya ini berpotensi menjadi lingkaran setan dimana laju inflasi tertahan tetapi banyak orang gagal mendapatkan pekerjaan. Kita akan menunggu konfirmasi berikutnya dari data PMI dan Inflasi yang akan dirilis pada awal Oktober untuk mengetahui apakah situasi ini hanya berlangsung sementara ataukah berpotensi menjadi penyakit jangka panjang bagi negeri ini.
- Kenaikan Fed Rate Belum Tentu, Negara Berkembang Jadi Korban
Ketidakpastian berkepanjangan terkait kenaikan suku bunga the Fed dan perlambatan ekonomi China membuat investor cenderung menghindari negara-negara berkembang. Salah satu yang menjadi "korban" dari aksi penghindaran risiko ini adalah Indonesia.
Dalam sebuah ulasan data dari Moody's di CNBC kemarin, diulas bahwa pertumbuhan Foreign Direct Investment (FDI) Indonesia makin lesu dari waktu ke waktu. Saat ini, aliran FDI masuk ke Indonesia hanya 2.1 persen dari total GDP, dan bahkan masih lebih rendah dibanding Malaysia dan Thailand dimana FDI lebih dari 3 persen GDP mereka.
Lambatnya pertumbuhan Indonesia akibat suku bunga tinggi dan pembangunan infrastruktur lambat juga mengakibatkan iklim investasi di Indonesia kurang menyenangkan dan kepercayaan pada Rupiah berkurang. Akibatnya, kurs Rupiah makin terdepresiasi.
Fundamental Minggu Ini
Awal pekan ini (7/9), kurs Rupiah dibuka flat pada 14,147 per Dolar AS, di tengah penantian pasar akan keputusan the Fed AS pasca rapat tanggal 16-17 September 2015. Pernyataan penting yang dirilis pekan depan tersebut diperkirakan akan berdampak besar terhadap harga aset-aset finansial dunia, harga komoditas, dan nilai tukar mata uang-mata uang lainnya. Kurs Rupiah pun akan terimbas sejalan dengan proyeksi dinaikkannya suku bunga oleh otoritas moneter Amerika Serikat itu.
Prediksi Rupiah Pekan Ini
Dalam pekan ini, tidak banyak data berdampak besar yang akan dirilis. Disandingkan dengan status pasar yang masih menantikan putusan the Fed, maka volatilitas kemungkinan akan terbatas. Kurs Rupiah diharapkan akan diperdagangkan dalam area yang sama dengan pekan lalu pada kisaran 13,979-14,369 per Dolar AS.
Chart USD/IDR yang menunjukkan pergerakan dalam lima hari terakhir dengan SMA-20, SMA-60, SMA-100, dan MACD
(Klik gambar untuk memperbesar)
(Klik gambar untuk memperbesar)
Bank Indonesia kemungkinan akan melakukan intervensi lagi, tetapi kurs Rupiah nampaknya masih bersikeras bergerak di kisaran 14,000an. Faktor kunci disini masih antisipasi pasar akan suku bunga the Fed. Bila dalam pekan ini muncul konfirmasi tertentu yang condong pada kenaikan suku bunga the Fed, berita itu bisa menyeret Rupiah mendekati 15,000. Sebaliknya, jika kelihatannya the Fed tidak akan menaikkan bunga dalam bulan ini, kurs Rupiah punya potensi menguat.
Muttaqiena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar